UNTUK ABAH DAN UMMI




Hari itu bertepatan dengan tanggal 19 Februari 1996 menurut kalender masehi aku dilahirkan dari sepasang kekasih yang sedang mananti cemas kelahiran bayi kedua mereka. Hari itu bisa jadi hari yang membahagiakan bagi keduanya. Dan hari itulah hari pertama aku menangis melihat betapa besarnya dunia dibanding alam perut ibu yang telah 9 bulan kudiami.


21 tahun sudah masa itu berlalu. Hari ini aku telah tumbuh menjadi gadis yang mulai beranjak menuju dewasa. Aku tumbuh dengan didikan dan cinta kedua orang tua yang luar biasa. Aku dibesarkan dengan keringat dan airmata keduanya, baik karena sakit atau karena perjuangan lainnya.


Aku dibesarkan di tengah keluarga yang amat sangat sederhana. Di tengah keluarga yang mencintai Allah dan Rasulnya. Hidup di tengah masyarakat yang mayoritas bermata pencaharian sebagai petani. Petani yang mencintai ladangnya. Rela kulit bersih mereka hangus terpanggang terik matahari demi menjadikan keadaan dunia tetap seimbang dan stabil. Demi menyuapi setiap anggota keluarga dengan nasi-nasi yang dimasak periuk-periuk cinta ibu. Demi menyaksikan kehidupan ini terus berlangsung.


Mereka bisa saja pergi merantau ke tempat lain mengadu nasib mengikuti jejak kawan yang sudah lebih dulu pergi. Demi memperoleh kehidupan yang dianggap lebih layak oleh kacamata dunia. Tapi hati dan jiwa mereka sudah terlanjur jatuh hati pada tanah yang subur dan air sumur yang melimpah. Terlalu cinta pada barisan bedengan yang menyapa setiap hari. Mencintai suasana dan rutinitas yang sudah disaksikannya sejak kecil. Karena hakikat kebahagiaan itu terletak pada senyuman orang lain.


Tulisan ini aku tulis untuk menceritakan betapa aku mencinta kedua malaikat yang berwujud manusia dalam hidupku. Abah dan ummi. Aku tidak bisa mengucapkan langsung bahasa cinta itu seperti Delisa yang menyatakan bahwa ia mencintai umminya karena Allah. Nyaliku terlalu kecil untuk itu. Mungkin karena tidak terbiasa dalam keluarga kami untuk membahasakan cinta secara lisan. Kami lebih memilih membahasakannya dalam tindakan-tindakan.


Aku mencintai keduanya lebih dari segalanya. Aku mencintai mereka setelah Allah dan Rasulnya tentunya. Seperti yang diajarkan Ustad di madrasah dulu. Banyak hal yang mereka ajarkan sejak kecilku hingga hari ini. Banyak cinta yang kuterima tanpa perlu dibahasakan. Banyak omelan yang berlandaskan cinta kuterima setiap salah dalam langkah yang kupilih. Aku mencintai mereka lebih dari aku mencintai diriku sendiri. Jangan pernah Tanya bagaimana cinta mereka padaku karena aku yakin cinta mereka padaku jauh lebih besar dari cinta yang kumiliki.


Untuk ummi yang telah melahirkan aku, membesarkan, mendidik, memelukku, menciumku bahkan mengusap setiap tetes air mata yang mengalir saat apa yang aku inginkan tidak terpenuhi. Terimakasih atas cinta yang begitu besar ini. Rasanya akupun tidak bisa menampung besarnya cinta ini. Ummi yang mengajarkan aku alif, ba’ dan kroni-kroninya hingga aku berhasil menghafalnya sampai ya’. Ummi yang menyuapiku dan menangis saat aku tengah sakit. Ummi yang marah saat hari ini aku tidak mau makan. Ummi yang semangat menyekolahkanku walau saat itu di rumah kami belum ditemukan sekolah TK. Ia mengirimku ke tempat mbah di Prenduan demi melihat aku belajar dengan teman-teman sebaya di usia kanak-kanak. Demi belajar do’a mau makan, tidur dan lain sebagainya.


Untuk ummi yang meluangkan banyak waktunya untuk menemani masa kecilku. Mengenalku lebih dari diriku sendiri. Itulah kenapa aku bahkan sampai detik ini tidak pernah bisa berbohong padanya bahkan tentang rasa yang abstrak. Karena ia lebih mengenalku dibanding diriku sendiri.


Ummi hari ini aku paham semua cinta ummi yang tidak pernah terbahasakan. Semua nasehat ummi yang seringkali diulang. Hari ini aku paham semua kemarahan ummi. Hari ini pula aku paham betapa besar cinta ummi padaku. Betapa besar harapan ummi pada anak gadis satu-satunya di rumah. Jika boleh meminta pada Tuhan, aku ingin tetap hidup bersama ummi hingga akhir hidupku. Tidak meninggalkan ummi barang sedetikpun. Menjaga ummi hingga takdir yang kan bercerita apakah aku yang akan lebih dulu pergi atau sebaliknya. Tapi aku berharap bahwa akulah yang akan lebih dulu meninggalkan ummi dari pada ummi yang meninggalkanku karena aku tau betapa dunia ini akan runtuh dengan pergimu. Aku ingin Belajar banyak dari semua kesabaran ummi selama ini. Belajar dari semua ketangguhan ummi dari cerita-cerita mereka.


Aku masih ingat semua kisah masa kecil bersamamu. Bermain dan menceritakan apa yang aku lakukan dengan teman-temanku di sekolah. Masih jelas kenangan denganmu hari itu. Saat kau memaksaku tidur siang dan berjanji kan berikan apapun yang aku mau. Tapi aku lebih memilih diam-diam pergi dari kamar dan lebih senang berlarian dengan teman-teman di bawah terik matahari siang. Hari ini aku paham kenapa semua itu kau lakukan.


Masih jelas dalam kenangan masa kecilku bagaimana kau menyuapiku, mengepang rambutku, membedakiku dan mengantarku ke sekolah. Bagiku hari-hari itu tidak akan pernah terlupa unforgetable moment of mine. Ummi hari ini aku ingin berterimakasih dengan bahasa yang tentunya tidak bisa mewakili itu. Cintamu terlalu besar untuk sebuh ucapan terimakasih.


Untuk abah, pria terbaik dalam hidupku. Pria tertangguh yang pernah kukenal. Pria paling tegas dan paling galak versi aku kecil. Dulu abah adalah manusia yang paling aku takuti di dunia karena guratan ketegasan di wajahnya dan suara lantangnya dalam memberi peringatan atas setiap kesalahan dan kenakalan kami anak-anaknya. Abah, aku mencintaimu lebih dari apapun. Kadar ukuran 100 persen tidak bisa mengukur besarnya cintaku padamu. Jika ada 1000 persen maka itupun tidak cukup.


Abah hari ini aku tumbuh menjadi anak gadismu yang telah menjalani hidup selama 21 tahun. Aku telah belajar banyak hal darimu dan dari lingkungan yang kau haruskan aku tinggal di dalamnya. Aku mencintai setiap pilihan yang kau pilih kecuali satu hal yang bahkan sampai saat ini tidak pernah aku terima. Dan akalku tidak mencapai nalar untuk menemukan cinta yang kau selipkan di sana. Maaf untuk pilihanmu yang satu itu aku tidak bisa iyakan. Maaf pula jika keenggananku untuk mengiyakannya membuatmu kecewa. Tapi aku yakin kau memahami pilihanku untuk itu.


Abah, seperti yang selalu kau ingatkan bahwa aku adalah anak tertua dalam keluarga setelah kepergian mbak Mila anak pertama yang hanya merasakan hidup selama satu minggu. Aku harus lebih dulu tumbuh dewasa dibanding saudara-saudaraku lainnya. Aku juga harus bisa memberi contoh pada adik-adikku tentang segala prinsip kebaikan yang abah dan ummi tanamkan dalam keluarga kami. Aku berterimakasih pada abah yang tiada lelah mengingatkanku untuk sholat. Dan memori yang tidak bisa kulupakan sampai saat ini adalah saat subuh itu abah membangunkanku dari tidur, ia menyentuh keningku dan merasakan suhu panas tubuhku namun apa yang dia lakukan? Dia tetap membangunkanku dan menyuruhku sholat di usiaku ke 6 tahun kala itu. Aku sakit dan aku masih kecil lantas kenapa abah masih menyuruhku sholat? Sepertinya Allahpun tidak akan marah jika aku tidak sholat. Batinku saat itu. Tapi hari ini aku paham kenapa semua itu abah lakukan. Ia ingin menanamkan pada jiwa kecilku bahwa betapa sholat itu adalah penting dalam hidup manusia yang mengimani Allah sebagai Tuhannya dan Muhammmad sebagai utusannya. Bahwa sholat adalah hal pertama yang akan dipertanyakan ketika ia telah meninggalkan dunia dan memasuki alam akhirat.


Hal yang juga tidak akan pernah aku lupakan darimu adalah ketegasan dan kegigihanmu mengajarkanku mengaji. Aku ingat kau mengajariku mengaji sehari tiga kali. Setelah subuh, setelah dzuhur dan selepas isya’. Kau marah saat aku salah dalam bacaan. Dan tidak pernah aku temukan bapak yang semarah engkau saat menemukan kesalahan bacaan al-Qur’an anak-anaknya. Kau melarangku mengaji di langgar mbah karena menurutmu aku tidak akan belajar sungguh-sungguh di sana, aku hanya akan mengajak seisi langgar bermain. Aku ingat saat rintik hujan sore itu kau menyuruhku berdiri menengadah ke  langit sebagai hukuman  karena salah saat mengaji. Tidak jarang pula kau penuhi paha kecilku dengan warna merah bekas cubitan karena seringkali salah dalam mengeja bacaan. Dulu aku mengira abah terlalu jahat, tapi hari ini aku paham betapa abah begitu sangat mencintaiku. Jika bukan karena kegigihan abah mengajariku mungkin hari ini bacaan al-Qur’anku tidak sebaik teman-teman yang lain. Aku tau kenapa abah memilih cara dan hukuman demikian dalam mengajariku karena abah paham kadar pemahamanku dan tau cara terbaik mengajariku. Terimakasih atas semua itu sungguh aku sangat bersyukur atau semua hujanan cubitan itu.


Di mataku abah adalah seorang ayah yang galak tapi aku justru sangat dekat dengannya. Nyaman menceritakan apapun padanya. Bahkan sekedar Meminta saran tetang apa yang pantas dan tidak pantas aku kenakan. Juga sesederhana milih aksesoris di toko pink. Karena aku hampir tidak pernah keluar rumah selain bersama abah. Begitu besar tanggung jawab abah menjagaku.


Untuk abah yang tidak pernah membiarkanku keluar rumah tanpanya, hari ini aku berterimakasih atas semua bentuk cintanya yang nyata. Terimakasih atas semua kemarahan yang berhasil memahamkanku betapa hidup ini tidak tentang kemewahan dan bersenang-senang saja. Abah mengajariku bahwa hidup ini penuh dengan perjuangan yang perlu diperjuangkan. Kerja kerasnya dalam bekerja menunjukkan besar cintanya pada keluarga kami. Ia berangkat bersamaan dengan tetesan embun pagi dan pulang bersamaan dengan tumbangnya matahari.


Hari ini di saat usiaku yang tidak lagi remaja. Usia peralihan dari remaja menuju dewasa, dimana aku harus tumbuh lebih mandiri karena aku sadar bahwa tidak selamanya aku bisa bergantung dan bersandar nyaman di pundakmu. Aku sering kali berpikir bagaimana jika nantinya aku tidak temukan laki-laki yang bisa mencintaiku seperti abah mencintaiku. Bagaimana jika nantinya aku tidak temukan pria yang bisa menjagaku seperti abah menjagaku. Aku seringkali mengkhawatirkan itu. Dan sampai saat ini tidak ada lelaki yang aku kenal sebaik dirimu.


Untuk abah dan ummi, aku merasa menjadi manusia paling beruntung karena memiliki kalian dalam hidupku. Beruntung hidup bersama kalian dan belajar banyak hal dari kalian. Aku bersyukur atas Islam yang kalian ajarkan. Kalian kenalkan aku pada Allah dan Muhammad NabiNya serta ajarkanku cara mencintaiNya. Aku beruntung dibesarkan di tengah-tengah keluarga yang mencintai agamaNya.      

Komentar

Postingan Populer