Varian Hermeneutika Barat
“Aliran-aliran
Hermeneutika Barat”
Makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah Hermeneutika
Dosen Pengampu : Dr. Muhtadi Abd
Mun’im, MA
![]() |
Oleh:
Khotimatul
Mahbubah
INSTITUT
DIROSAT ISLAMIYAH AL-AMIEN PRENDUAN
SUMENEP
MADURA JAWA TIMUR
2017-2018 M
KATA PENGANTAR
Maha suci Allah atas segala nikmat
yang tidak pernah terputus dan setiap nafas yang berhembus menjadi bukti nyata
betapa Allah begitu pengasih dan penyayang dengan tanpa meminta kita
membayarnya sedikitpun. Bersyukur menjadi suatu hal yang wajib karena
kesempatan indah menjadi muslim dan kesempatan mempelajari Islam di kampus Idia
ini serta kesempatan menyusun makalah yang membahas tentang Aliran-aliran
Hermeneutika Barat diharap menjadikan pondasi agama kita semakin kokoh hingga
kita bisa bangga menjadi muslim.
Sholawat dan salam akan tetap
disenandungkan untuk baginda Muhammad saw yang karena kegigihan beliau
menegakkan kalimat tauhid menjadikan kita bersaudara di bawah naungan bendera lailahaillallah. Kesabaran beliau dalam
menyampaikan kebenaran Islam menjadikan kita hari ini berada di bawah atap yang
sama dan demi satu tujuan yang sama pula yakni mempelajari Islam demi
mendekatkan diri pada dzat pemilik ilmu.
Selanjutnya
ucapan terimakasih pada semua pihak yang telah membantu dan mendukung saya
dalam menyelesaikan makalah ini khususnya kepada Dr. KH. Muhtadi Abd Mun’im
atas segala penjelasan dan pengantar yang sangat berkontribusi banyak dalam
penyusunan dan penulisan makalah ini juga terimakasih atas pemberian tugas ini
karena telah melatih saya untuk menjadi pribadi yang lebih mandiri dan kreatif
dalam belajar.
Kritik dan
saran sangat saya harapkan mengingat saya termasuk pemula dalam dunia tulis
menulis sehingga saya yakin makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Semoga
kritik dan saran pembaca dapat memberikan sumbangsih yang sangat berarti demi
perbaikan makalah ini hingga layak menjadi rujukan para mahasiswa untuk
memahami tentang Aliran-aliran Hermeneutika Barat.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Interpretasi adalah kegiatan yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan
manusia terlebih dalam memahami setiap apa yang berkaitan erat dengan
keberlangsungan hidupnya. Manusia adalah satu-satunya makhluk yang bisa andil
dalam kegiatan interpretasi. Bagian yang paling penting yang menjadi syarat
dihasilkannya interpretasi adalah akal pikiran yang hanya dimiliki manusia
sebagai Makhluk yang tercipta dengan bentuk yang paling sempurna.
Dalam perkembangannya hermeneutika memiliki beberapa aliran yang berdiri
berdasarkan keyakinan kuatnya. Aliran-aliran tersebut diusung oleh tokoh-tokoh
yang mencurahkan konsentrasi pikirannya dalam dunia hermenutika. Sebut
saja Emilio Betti dengan aliran
objektivnya, Schleiermacher yang terkenal dengan hermeneutika romantisnya yang
juga satu rumpun dengan aliran objektiv juga Gadamer yang kuat mempertahankan
keyakinan subjektivnya.
Dari aliran-aliran yang ada dan telah berkontribusi banyak dalam
kehidupan manusia sejak awal mula munculnya hingga saat ini perlu dikaji dan
ditelaah lebih dalam agar proses pemahaman yang diinginkan tercapai.
Bagaimanapun proses memahami ini bukanlah kegiatan yang mudah namun tidak juga
sulit, hanya saja butuh ketelitian dan keseriusan sehingga perlu dipelajari
oleh mahasiswa yang concern dibidangnya
atau bagi siapapun yang membutuhkannya.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana awal mula sejarah hermeneutika?
2.
Bagaimana pengertian aliran subjektif ?
3.
Bagaimana pengertian aliran objektif?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Hermeneutika
Hermeneutika adalah salah satu metode penafsiran yang telah muncul sejak
masa klasik, yakni pada masa Yunani kuno untuk memahami mitos. Masyarakat
yunani kuno hidup dalam mitosentris, yakni dimana mitos menjadi pusat perhatian
dalam sebuah tatanan kehidupan.
Kemudian lambat laun hermeneutika digunakan untuk menafsirkan teks-teks
bibel. Teks bibel diinterpretasi guna memudahkan umat kristiani memahami ajaran
yang tertulis dalam kitab sucinya.
Pada pasa modern hermeneutika
lahir dalam bentuknya yang baru dengan mengeneralisir peran hermeneutika. Pada
masa modern teks yang bisa diinterpretasi dengan hermeneutika tidak hanya
teks-teks tertulis seperti bibel tapi mencakup semua bagian dalam hidup manusia
yang dibutuhkan pemahaman di dalamnya. Misalnya seperti, ekspresi seseorang,
benda yang diciptakan atau bahkan diamnya seseorangpun bisa menjadi teks yang
bisa didekati dengan metode hermeneutika.[1]
Schleiermacher dikenal sebagai bapak hermeneutika modern dengan
menggagas hermeneutika romantisnya. Dalam hermeneutikanya ia selalu melihat
aspek psikologis dan gramatikal dari sebuah teks.[2]
Sejak awal munculnya, hermeneutika selalu bergantung pada disiplin keilmuan
lainnya, ia tidak bisa berdiri sendiri. Hermeneutika selalu berkaitan erat
dengan dialektika dan retorika. Kemudian scheilermacher berusaha menjadikannya
sebagai disiplin ilmu yang mandiri walaupun pada akhirnya ia mengakui bahwa
menjadikan hermeneutika sebagai sebuah disiplin ilmu bukanlah perkara gampang
melihat dialektika, retorika dan hermeneutika adalah tiga hal yang tidak bisa
dipisahkan.
Seni berpikir hermeneutika dan seni berkata dialektika adalah dua hal
yang tidak bisa dipisahkan antara satu dengan lainnya. Kegiatan berpikir
membutuhkan perkataan untuk mengungkapkan maksudnya sedangkan kegiatan
berkata-kata tidak mungkin terjadi tanpa diawali dengan kegiatan berpikir.[3]
B. Varian Hermeneutika
Barat
Interpretasi adalah kegiatan yang pasti ada dalam kehidupan dan tidak
lepas dari peran manusia sebagai subjek. Manusia adalah satu-satunya makhluk
yang mumpuni dalam terlaksananya kegiatan ini berdasarkan akal pikiran dan
rasionalitas yang dimilikinya. Manusia bisa berpikir secara sistematis sehingga
bisa melahirkan sebuah pemikiran ilmiah yang bisa diverifikasi dan divalidasi
keabsahannya.
Interpretasi bukanlah fenomena yang serius apabila pengarang masih bisa
ditemui dan dimintai penjelasan tentang karangan yang dibuatnya. Ini kemudian
menjadi fenomena serius tatkala pengarang sudah mati dan tidak bisa dimintai
penjelasan tentang maksud dari teks yang dilahirkannya. Sedangkan teks yang
telah lahir haruslah terus memiliki daya guna agar keberadaannya tidak vakum,
memberi manfaat dan menjadi solusi permaslahan umat.
Pada prinsipnya, hermeneutika berkaitan dengan Bahasa. Karena setiap
kegiatan manusia yang berhubungan dengan berpikir, berbicara, menulis dan
menginterpretasikan selalu berkaitan dengan Bahasa sebagai penyalur aspirasi. Realitas
yang masuk dalam perbincangan manusia selalu berupa realitas yang terbahasakan,
sebab manusia memahami dengan bahasa.[4]
Dalam memahami hermeneutika sebagai sebuah metode interpretasi teks menjadikan
terbentuknya dua aliran yang berbeda. Perbedaan ini muncul karena hermeneutika
tidak menetapkan dirinya sebagai suatu metode dengan aturan pasti. Sehingga
setiap kepala memiliki pandangannya masing-masing untuk mengung-kap ekspresi
yang terkandung dalam diri teks.
Hermeneutika dalam perkembangannya mengalami beberapa fase dimana setiap
orang yang berkecimpung di dunia hermeneutik memiliki pemahaman dan
pandangannya masing-masing perihal metode dan syarat-syarat yang harus dipenuhi
dalam proses interpretasi. Aliran-aliran tersebut berbeda antara satu dengan
lainnya berdasarkan kredibilitas pemahaman yang ingin dicapai.
Perbedaan-perbedan dalam hermeneutika adalah hal yang niscaya, melihat
hermeneutika bukanlah sesuatu yang baku. Varian-varian yang ada diperkenalkan
oleh orang-orang dengan pengalaman hidup yang masing-masing berbeda. Perbedaan lain
yang menjadi sebab lahirnya perbedaan tersebut adalah faktor lingkungan tempat
dia menuntut ilmu ataupun lingkungan tempat dia bersosialisasi dalam
kesehariannya sehingga memahami hermeneutika perlu kiranya memahami lebih dulu
hal-hal dibalik argumen yang dikuatkan oleh seorang tokoh. Karena bagaimanapun
sebuah pemikiran yang lahir pasti berkaitan erat dengan fenomena sosial yang
ada disekitarnya juga psikologi seseorang yang tidak lepas dari pengaruh
lingkungan begitupula dengan diri tokoh-tokoh beserta argumennya yang tidak
lepas dari interpretasi hermeneutika.
Fazlur Rahman memberikan istilah polarisasi tersebut dengan aliran subjektiv
dan aliran objektiv.[5]
Representasi polarisasi kedua tradisi tersebut adalah polemik antara Emilio
Betti dan H.G. Gadamer. Betti tampil dengan tradisi objektivitas sedangkan
Gadamer pada tradisi subjektivitas. Betti bertujuan meletakkan teori umum
tentang bagaimana objektivitas pengalaman manusia dapat ditafsirkan. Sedangkan
Gadamer mengarahkan pemikirannya pada pertanyaan-pertanyaan yang lebih
filosofis tentang hakikat memahami itu sendiri.[6]
1.
Aliran Objektiv
Aliran subjektiv adalah aliran yang
mengeliminasi kesubjektivan penafsir dalam memahami teks. Aliran objektiv
memahami bahwa untuk meng- interpretasi sebuah teks, seseorang harus masuk
dalam dunia pengarang dimana teks itu lahir. Maksud pengarang harus benar-benar
ditemukan karena dalam diri teks terdapat ruh yang ditiupkan langsung oleh
pengarang. Dan satu-satunya cara yang bisa ditempuh adalah dengan
memposisikan diri dan merasakan apa yang dirasakan pengarang langsung ketika
melahirkan teks tersebut.
Keobjektivan dalam hermeneutika memiliki
syarat-syarat khusus yang harus dipenuhi diantaranya psikologi pengarang,
historisitas dan gramatikal. Psikologi pengarang dianggap bagian yang penting
untuk diketahui guna menemukan maksud an
sich pengarang. Historisitas pun demikian memiliki peranan penting dalam
proses interpretasi objektiv untuk kembali mengulang dan merasakan sebagaimana
yang dirasakan pengarang. Gramatikal menjadi penting dalam proses interpretasi
teks melihat Bahasa yang digunakan setiap orang tentunya berbeda antara satu
dengan lainnya.[7]
Kendatipun Bahasa yang digunakan sama namun ada maksud berbeda yang yang
dituangkan dalam sebuah teks.[8]
Tokoh-tokoh yang berada dibawah aliran
objektiv di antaranya:
a. Emilio Beti
b. Friedrich Ernst Daniel Scheleiermacher
c. Wilhelm Dilthey
2.
Aliran Subjektiv
Aliran subjektiv adalah aliran yang tentu berbeda dengan aliran yang
sebelumnya telah dijelaskan di atas. Aliran subjektiv lebih mementingkan aspek
teks itu sendiri dan penafsir teks, tidak ada kaitannya langsung dengan
pengarang mengingat pengarang adalah seorang yang hidup di dunia sejarah yang
tidak memungkinkan seseorang kembali pada dunia tersebut.[9]
Sejarah adalah sesuatu yang unik dan tidak bisa diulang secara persis.
Dari sinilah kemudia aliran ini lahir dan meyakini bahwa teks bisa dipahami
secara luas tidak membatasinya dengan maksud yang diinginkan pengarang karena
memahami dunia pengarang adalah sesuatu yang mustahil dilakukan.[10]
Menurut aliran ini teks yang ada dan
dipublikasikan sudah tidak lagi berkaitan dengan pengarang. Ia bersifat mandiri
dan bebas untuk dipahami berdasarkan historisitas dan psikologi penafsir. Teks
bersifat terbuka dan pengarangnya sudah mati sehingga siapapun boleh
menafsirkannya. Fokus penafsiranpun hanya pada teks dan penafsir saja.
Tokoh-tokoh yang bernaung dibawah aliran ini adalah sebagai berikut:
a.
Martin Heidegger
b.
Hans Goerg Gadamer
c.
Jacques Derida
Dari beberapa literatur yang penulis baca dan dari penjelasan dosen di
kelas serta proses perenungan yang dilakukan maka penulis lebih menyetujui apa
yang digagas oleh Gadamer dkk tentang tradisi subjektivitas dalam interpretasi
teks yang dilahirkan oleh manusia dan tidak lagi bisa dimintai keterangan
tentang teks yang ditulisnya. Objektivitas sebagaimana yang digagas oleh Emilio
Betti, Schleiermacher dan Wilhelm Dilthey bukanlah sesuatu yang mudah bahkan
tidak mungkin melihat perbedaan dunia penafsir dan pengarang yang cukup
signifikan.
Historis adalah kejadian unik yang hanya terjadi satu kali dalam
kehidupan manusia dan tidak mungkin bisa diulang. Dari sinilah kemudian penulis
memahami dan meyakini bahwa penafsir tidak mungkin bisa benar-benar masuk dalam
dunia historisitas pengarang secara persis. Begitula pula dengan memahami
psikologi pengarang yang dipengaruhi oleh fenomena sosial yang terjadi ketika
itu. Setiap manusia berbeda bahkan yang kembar identikpun tidak menemukan
kesamaannya secara pasti. Allah menciptakan manusia secara unik dengan
perbedaan yang menjadi aspek keunikan dalam diri setiap manusia. Secara umum
manusia memiliki akal pikiran namun isi dari pada akal pikiran tersebut
jelaslah berbeda dan tidak akan ditemukan kesamaan di dalamnya.
Aspek bahasa yang menjadi penyalur sampai dan lahirnya
sebuah teks juga memiliki perbedaan kendatipun Bahasa yang digunakan sama
persis. Namun maksud yang terkandung pada teks atau ruh teks yang ditiupkan
pengarang pastilah memiliki maksdunya tersendiri sehingga penafsir tidak
benar-benar bisa memahami maksud teks secara an sich dan komprehensif.
Perbedaan maksud tersebut berkaitan dengan setiap akal dan hati yang
menggerakkan lahirnya sebuah bahasa dan diksi yang digunakan.
Stagnasi dalam memahami teks yang ditulis manusia bukanlah jalan yang
tepat mengingat waktu terus berjalan dan permasalahan manusiapun terus berkembang
menemui titik kompleksnya. Teks yang telah dilahirkan harus terus digunakan
dalam peranannya memberikan solusi dan tetap eksis dalam kehidupan sosial
masyarakat. Entitas sebuah teks diakui dan diperhitungkan berdasarkan nilai
guna yang dikontribusikannya. Dengan demikian inter- pretasi subjektif lebih
memungkinkan untuk diaplikasikan dalam kehidupan manusia modern. Fleksibilitas
teks dalam ranah positiv tidak lantas mengu- rangi hakikat dan makna yang
sebenarnya diinginkan oleh pengarang.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hermeneutika telah lahir dan digunakan sebagai metode penafsiran sejak
masa Yunani kuno, yaitu untuk menafsirkan mitos-mitos yang hidup di masyarakat.
Selanjutnya hermeneutika berkembang dan digunakan untuk menafsirkan teks-teks
bibel. Jadi tidak tepat jika dikatakan bahwa hermeneutika adalah metode
interpretasi kitab suci karena pada aspek historisitasnya tidaklah demikian.
Kemudian perkembangan hermeneutika terus berlanjut hingga teks yang bisa
diinterpretasi tidak hanya statis pada teks dalam bibel melainkan teks yang
dimaksud bersifat umum.
Karena terus berkembang sampailah
hermeneutika pada pembagian dua aliran yang berbeda antara satu dengan lainnya.
Aliran pertama yang muncul dikenal dengan aliran objektiv. Aliran ini lebih
menekankan fokus penafsiran pada teks dan pengarang. Penafsir yang ingin
memahami maksud yang terkandung dalam teks haruslah memahami historisitas
pengarang, psikologis dan gramatikal pengarang. Psikologis pengarang pastilah
dipengaruhi oleh fenomena sosial yang melatarbelakanginya. Jadi untuk
benar-benar mencapai maksud yang dituangkan pengarang dalam teksnya haruslah
merasakan langsung sehingga reproduksi makna tercapai.
Aliran berikutnya adalah aliran subjektiv yang tampaknya amat berbeda
dengan aliran sebelumnya. Aliran ini lebih memfokuskan interpretasi makna pada
teks dan penafsir serta historisitas penafsir. Teks tidak lagi berkaitan dengan
pengarang karena teks yang telah dilahirkan sifatnya mandiri. Pengarang sudah
mati maka teks bebas ditafsirkan untuk memproduksi makna baru guna terus
berlanjut dan bermanfaatnya teks tersebut bagi kehidupan manusia dengan
permasalahan yang semakin kompleks.
DAFTAR PUSTAKA
Mulyono, Edi dkk. Belajar Hermeneutika. IRCiSoD:Jogjakarta.
cet II 2013.
Hermeneutika Transcendental:Dari Konfigurasi Filosofis Menuju Praksis Islamic
Studies. Ircisod:Yogyakarta. 2003.
Palmer, Richard
E. Hermeneutika:Teori Baru Mengenai
Interpretasi, Pustaka
Pelajar:Yogyakarta,
cet II 2005.
Raharjo,
Mudjia. Dasar-dasar Hermeneutika:Antara
Intensionalisme Dan
Gadamerian. Ar-Ruz Media:Jogjakarta. 2008.
Ricouer, Paul. Teori Interpretasi. IRCiSoD:Jorjakarta,
cet III 2012.
[1]Mudjia
Raharjo, Dasar-dasar Hermeneutika:Antara
Intensionalisme Dan Gadamerian, (Ar-Ruz Media:Jogjakarta, 2008), 54.
[2] Richard E Palmer, Hermeneutika:Teori
Baru Mengenai Interpretasi, (Pustaka Pelajar:Yogyakarta, cet II 2005), 100.
[5] Fazlur Rahman dalam Edi
Mulyono dkk, Belajar Hermeneutika,
(IRCiSoD:Jogjakarta, cet II 2013), 25
[8] Hermeneutika Transcendental:Dari Konfigurasi Filosofis Menuju Praksis
Islamic Studies (Ircisod:Yogyakarta, 2003), 135-136.
Terimakasih infonya gan
BalasHapus