Metafisika Jumlah Hakikat



Jumlah Hakikat
Ringkasan ini ditulis untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah Metafisika
Dosen Pengampu : Saiful Bahri, M.Ud











Oleh:
Khotimatul Mahbubah



INSTITUT DIROSAT ISLAMIYAH AL-AMIEN PRENDUAN
SUMENEP MADURA JAWA TIMUR
 2017-2018 M


JUMLAH HAKIKAT

            Berbicara tentang jumlah hakikat berarti kita tengah berbicara tentang kuantitas dan sifat sebuah hakikat. Baik hakikat tersebut adalah ruh (immateri) ataupun zat (materi). Dalam hal ini ada beberapa aliran yang memiliki paham dan pendapat yang berbeda mengenai kuantitas sebuah hakikat diantaranya :
1.      Serbaesa / monisme
Mengenai jumlah hakikat kalompok materialisme menyatakan bahwa jumlah hakikat tersebut adalah satu yakni materi begitupula sebaliknya pendapat dari kalompok spiritualisme yang menyatakan bahwa hakikat itu satu yaitu ruh. Hakikat bagi kedua kelompok tersebut adalah tunggal. Paham monisme memiliki banyak kelemahan diantaranya mereka tidak bisa menjelaskan munculnya jiwa dari ruh begitupula sebaliknya.
2.      Serbadua / dualisme
Aliran ini meyakini bahwa ruh atau materi adalah dua dasar dari segala-galanya. Dualisme berasal dari pemikiran-pemikiran sederhana. Mereka memperhatikan seisi alam semesta yang berpasang-pasangan, seperti langit dan bumi, laki-laki dan perempuan serta kecil dan besar.
Filsafat modern menolak paham dualisme karena dianggap tidak memuaskan. Pikiran manusia tidak bisa menerima paham tersebut dan terus mencari kesatuan hingga sampailah pada titik akhir yakni monisme. Dari sekian banyak kelompok dengan beraneka macam teori tentang jumlah hakikat namun semuanya memiliki kelemahan karena tidak bisa memberi jawaban yang memuaskan.
Hakikat dalam filsafat agama urusannya lebih sederhana dan mudah dilacak asal-usulnya. Hal ini oleh teisme dibawa kepada penciptaan dari sang pencipta yakni Tuhan. Jika ada jiwa dan materi maka keduanya diciptakan oleh Tuhan begitupula interaksi antara keduanya. Hal tersebut sudah diatur oleh pencipta dengan mekanisme otomatis yang tidak seorang manusiapun bisa menciptakan yang semisal dengannya. Descartes juga memahami konsep yang demikian.
            Konsep teologi dalam Islam memahami bahwa pencipta alam semesta adalah Allah dan apa yang selainnya adalah makhluk. Allah menciptakan semuanya dari ketiadaan. Allah berbeda dengan makhluk sehingga tidak pantas kita bertanya bagaimana bisa Allah menciptakan kesempurnaan ini lengkap dengan mekanismenya karena segalanya mungkin bagiNya. Akal manusia seringkali tidak memahami konsep tersebut karena keterbatasannya. Ilmu manusia terbatas sehingga tidak mampu melampaui ilmu Allah. Sehingga menurut konsep yang dipahami muslim bahwa ada tiga hal yang tidak bisa dipertanyakan yakni, tentang dzat Allah, kekuasaan Allah dan kehendak Allah.
Alam Kadim
Membahas tentang kadimnya alam membutuhkan ketelitian dan keseriusan serta keimanan yang kuat karena jika tidak kita akan mengalami kebingungan yang berujung pada terjun bebas ke dalam jurang. Terdapat perdebatan antara filsuf muslim dengan para ulama muslim tentang kadimnya alam. Filsuf muslim berpendapat bahwa alam bersifat kadim karena alam adalah emanasi atau pancaran dari Tuhan. Pendapat ini dibantah oleh Al-Ghazali yang mewakili para ulama muslim. Beliau mengatakan bahwa alam tidaklah kadim, alam adalah ciptaan sehingga tidak mungkin bersifat kadim.
Menurut Al-ghazali alam bersifat baru. Beliau menjawab pertanyaan filsuf muslim tentang mungkinnya keterlambatan Tuhan menciptakan alam dengan iradat tuhan. Tuhan memiliki kehendak yang bebas mutlak yang bisa memilih waktu kapanpun yang dikehendakinya tanpa perlu dipertanyakan sebabnya. Jika masih dipertanyakan bearati membatasi kuasa Tuhan yang pada hakikatnya adalah mutlak.
Al-ghazali menegaskan bahwa jumlah hakikat itu esa dan Dialah Tuhan yang maha Esa. Allah menciptakan alam sebagai makhluk yang berawal dari ketiadaan. Beliau mengatakan bahwa pendapat tentang kadimnya alam yang diungkapkan oleh para filsuf bertentangan dengan keesaan Tuhan karena berarti meyakini bahwa ada dua hakikat yakni Tuhan dan alam.
Jika kita memahami bahwa alam ini kadim maka berarti bertentangan dengan inti ajaran tauhid dalam Islam. Apabila kita meyakini keesaan Tuhan lantas apa sulitnya meyakini bahwa tuhan maha kuasa dan maha berkehendak. Jika akal tidak menerima jawaban ini maka wajar saja karena jika kita analogikan maka akal anak kecil tidak mungkin dapat memahami akal orang dewasa.

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer