Sains dan Umat Islam
“SAINS DAN
UMAT ISLAM”
Ringkasan ini ditulis
untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah Islam dan Sains
Dosen Pengampu : Saiful Bahri, M.Ud
Oleh:
Khotimatul
Mahbubah
INSTITUT
DIROSAT ISLAMIYAH AL-AMIEN PRENDUAN
SUMENEP
MADURA JAWA TIMUR
2017-2018 M
SAINS DAN UMAT ISLAM
Islam
memerintahkan pemeluknya untuk belajar sebagaimana hadis Nabi mengajarkan kita
bahwa mencari ilmu hukumnya wajib bagi setiap muslim tanpa terkecuali. Hal
tersebut menjadi ciri khas yang dimiliki Islam yang kemudian akan membedakan
umatnya dengan umat beragama lainnya. Islam mengajarkan kita untuk terus
belajar dan berpikir serta meninggikan derajat orang yang berilmu. Salah satu
contoh nyata perbedaan derajat antara makhluk yang berilmu dan tidak berilmu
adalah ketika Allah memerintahkan seluruh makhluknya termasuk malaikat untuk
bersujud kepada Adam sebagai makhluk pertama yang diciptakan Allah setelah
mengajarkannya ilmu yang tidak diketahui makhluk lainnya termasuk malaikat.
Perintah tersebut menunjukkan bahwa yang berilmu memiliki keutamaan dan
keistimewaan. Allah memuliakannya begitupula seluruh alam semesta.
Ada banyak perdebatan dikalangan
para ulama tentang batasan ilmu yang harus dan tidak harus dipelajari. Al-ghazali
mengklasifkasikannya menjadi ilmu agama dan nonagama. Ilmu menjadi wajib ketika
dibutuhkan seperti pedagang yang wajib mempelajari ilmu jual beli. Beliau juga
menegaskan bahwa perintah wajib yang dibebankan kepada setiap mukallaf
hendaknya dipelajari dengan sebanyak mungkin sedangkan yang berkaitan dengan
wajib kifayah maka dipelajari secukupnya karena ilmu itu luas sedangkan hidup
kita singkat dan tidak ada ujung penghabisan dari ilmu. Analogi sederhananya, ilmu
yang kita tahu hanyalah setetes dari lautan ilmu Allah sehingga ilmu setetes
tersebut tidak lantas membuat kita berbangga diri.
Pendapat lain yang tidak sependapat
dengan Al-Ghazali mengatakan bahwa ilmu yang diperintahkan untuk dipelajari
sifatnya umum selama ilmu tersebut mensejahterakan sipemilik ilmu dan
orang-orang disekitarnya. Sabda Nabi “tuntutlah ilmu walau sampai ke negeri
china”. Hal ini membuktikan bahwa tidak hanya ilmu agama saja yang perlu dikaji
tapi ilmu nonagamapun perlu dikaji sebagaimana kita tahu negeri china waktu itu
dikenal dengan usahanya dalam bidang industri.
Hal lain yang juga menguatkan
pendapat tentang tidak adanya batasan ilmu adalah firman Allah dalam Al-qur’an
tentang kisah Nabi Sulaiman yang bersyukur karena telah diajarkan oleh Allah
perihal suara burung sebagaimana juga Nabi Hud. Beliau mengungkapkan bahwa hal
itu adalah karunia besar dari Allah untuknya.
Seringkali ketika
para saintis menemukan penemuan terbaru dari penelitiannya sebagian umat Islam
kemudian mengatakan bahwa semua penemuan sains tersebut sudah ada dalam
Al-Qur’an tapi realitanya mereka sendiri tidak banyak berbuat untuk
penelitian-penelitian serupa. Mereka cenderung mengutamakan istirahat dan
memburu tempat-tempat wisata yang semakin hari semakin dikembangkan oleh
pihak-pihak tertentu sebagai ladang bisnis. Mereka tidak sadar bahwa semua itu
bertujuan mengeksploitasi diri mereka.
Umat Islam tidak
bisa meninggalkan ilmu alam dan lebih memilih teologi karena Bagaiamanapun universitas pertama di dunia
adalah milik umat Islam yakni universitas Al-azhar kairo yang di dalamnya
mengkaji seluruh ilmu pengetahuan yang ada. Perlu kiranya dihidupkan kembali
semangat mengkaji keilmuan lewat observasi ilmiah sebagai bentuk usaha kita
mendekatkan diri pada Allah sang pemilik alam semesta. Penguasaan terhadap ilmu
pengetahuan dan teknologi berpengaruh banyak terhadap pembentukan integritas
Islam sehingga tidak seorangpun melihat Islam sebelah mata karena melihat
semangat belajar umatnya yang luntur dan cenderung terbelakang.
Ilmu yang
melahirkan teknologi canggih dan tidak lain adalah barometer sebuah peradaban memiliki
siklus, Berputar laksana roda. Jika hari ini kita mengira hidup pada masa
kecanggihan teknologi maka berarti masa ini pernah terjadi beberapa abad silam.
Kita tahu kecerdasan bangsa mesir seputar ilmu hitung dan ukur dengan melihat piramida
yang berdiri tegak dan tidak seorangpun hari ini bisa membuatnya. Begitupula
arsitektur dan bangunan yang dibangun oleh dua imperium besar di zaman Nabi,
yakni Romawi dan Persia.
Penguasa peradaban hari ini adalah Barat
yang notabene nonmuslim, dan itu berarti mereka telah menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi. Namun hal yang demikian tidak lantas menjadikan kita
enggan belajar ilmu dan teknologi dari mereka yang lebih ahli karena Nabipun
menganjurkan kita mengambil ilmu yang hilang walau ilmu tersebut berada di
tangan nonmuslim. Kita harus tahu ilmu mereka agar kita tidak bergantung pada
mereke lebih-lebih dibidang industri yang sudah tertinggal jauh.
Filter ilmu perlu dilakukan saat
kita mempelajarinya dari mereka yang tidak satu tujuan dengan kita agar bisa
kita bentuk ilmu tersebut sesuai tujuan Islam sendiri. Seperti usaha yang
dilakukan Ibnu Rusyd dalam merekonsiliasi filsafat dengan Islam agar keduanya
bisa berjalan bersamaan. Tidak benar tuduhan nonmuslim bahwa filsafat yang kita
pelajari persis sebagaimana filsafat barat. Filsafat Islam hari ini adalah
filsafat yang diselaraskan dengan pemikiran dan aqidah dasar umat Islam.
Komentar
Posting Komentar