Amelia tereliye



26 februari 2017
Ini tentang semangat Amelia yang diceritakan tereliye dalam novelnya. Aku suka karya tereliye walau dari awal seringkali membosankan tapi kau akan menangis dan mendapat pelajaran hidup di akhir cerita, saat kau berhasil menuntaskan hingga halaman terakhir. Ceritanya selalu tentang  kesederhanaan, ketulusan dan kejujuran. Tentang banyak hal yang sebelumnya tidak kau tau. Maka esok lusa saat kau mulai menulis, kau akan ingat bahwa sebagian kosa katamu adalah dari buku-buku yang kemarin kau baca termasuk bahasa khas yang digunakan tereliye. 

Amelia benar, sejauh apapaun kau pergi maka esok lusa kau harus kembali pulang karena kau punya tanggung jawab dengan tanahmu, dengan air yang mengalir jernih bahkan barisan bedengan yang berjejer rapi bak pindang di pasar minggu. Aku memang bukan anak bungsu penunggu rumah seperti Amelia tapi aku sepakat dengan Amel bahwa kita yang pergi jauh untuk kebaikan maka kau harus kembali dengan membawa dan membagi semua kebaikan itu, untukmu dan untuk mereka yang menantikan kepulanganmu. 

Untuk bapak yang menenangkan kau saat menangis seharian karena hal-hal sederhana, bapak yang berangkat bersama tetesan embun dan kembali saat matahari mulai tumbang demi melihatmu tersenyum riang seperti kawan-kawanmu lainnya, demi ibu yang menyembunyikan tangisnya disela-sela malam karena tidak mau melihatmu menambah kadar kesedihan. Yah… akupun harus pulang karena aku satu-satunya anak gadis abah dan ummi. Semua adikku laki-laki dan mereka jauh lebih bebas terbang seperti kak pukat dan kak burlian yang akan segera melihat setiap sudut dunia.

 Jikapun nantinya jalan takdirku berputar arah maka keinginan terbesarku tetap menjaga abah dan ummi, dua orang yang Allah jadikan perantara dalam banyak kebaikan, mereka yang mengajariku melafadzkan syahadat dan mengajariku banyak hal untuk mencintai Allah. Aku tidak memiliki seorang kak Eli yang pemberani tapi aku bisa menjadi kak Eli dan Amel sekaligus. Kampung dan semua kesederhanaannya adalah bagian dari hidup Amel dan itupula bagian dari hidupku yang dibesarkan ditengah pematang sawah (jangan bayangkan rumahku ditengah sawah tapi ya memang di sekitar wilayah itu). petani dengan cara-cara bercocok tanam sederhana yang mereka warisi dari nenek moyang, juga keramahan mereka ditengah terik matahari menyapa dengan senyum tulus walau guratan lelah itu tidak bisa mereka sembunyikan. Aku ingin masuk ketengah hutan bersama paman unus, mengintip beruang tidur atau mungkin mengintip singa bernyanyi dengan sesekali mengaum merdu.

Amel tumbuh ditengah kesederhanaan yang sama sekali tidak menyurutkan niatnya untuk kuatkan tekad, tekad kuat yang teah pak Bin tanamkan dalam setiap pelajaran singkat setiap harinya. Terkadang orang-orang menyebalkan seperti Noris memang harus ada sebagai pelengkap hidup kita dan pak Bin benar bahwa kesabaran yang kau bangun kokoh akan roboh dengan kesabaran itu seperti kerasnya batu yang berlubang karena tetesan air yang terus menerus.    
Bagaimanapun caranya amel harus tetap berterimakasih pada bapak dan mamak atas semua pelukan sayang dan kecupan manis yang abstrak.

Komentar

Postingan Populer